Rabu, 06 April 2011

Cinta Sejati: “Pacaran Dulu atau Nikah Dulu

Meraih cinta sejati dalam keharmonisan suami isteri merupakan dambaan setiap pasangan. Seorang suami mendambakan isteri yang akan mencintainya dengan sepenuh hati, begitu pun sebaliknya. Keduanya menginginkan agar cintanya langgeng sampai akhir hayat.

Masalahnya, bisakah kita mendapatkan cinta seperti itu kalau masing-masing pasangan tidak mengenal lebih jauh siapa calon pasangannya. Menurut mereka, kenal nama, wajah, keluarga calon pasangan saja belum cukup. Tapi, harus kenal lebih jauh bagaimana karakter asli calon pasangannya, agar tidak ‘kecele’ di kemudian hari.

Pemikiran inilah yang akhirnya ‘menghalalkan’ begitu banyak orang untuk melakukan pendekatan. Biasanya orang menyebut dengan pacaran. Ada yang merasa belum cukup sebulan, setahun, dua tahun, hingga sepuluh tahun. Lebih repot lagi ketika ujung hubungan ini berakhir pada PHC atau pemutusan hubungan cinta. Alih-alih mendapatkan rasa saling memahami, justru yang ada menjadi saling benci dan ancam.

Pemikiran yang terlihat positif ini, sebenarnya sangat mudah untuk didompleng berbagai kepentingan. Utamanya adalah setan untuk membejatkan nafsu manusia, baik pria maupun wanita. Sehingga, pacaran menjadi seperti ‘legitimasi sosial’ pemuasan nafsu syahwat pria dan wanita. Pada akhirnya, karena sudah sangat membudaya, pacaran menjadi kelaziman hingga keharusan untuk calon pasangan suami isteri.

Terdengar menjadi sangat aneh ketika pria dan wanita memasuki gerbang pernikahan tanpa melalui pacaran sama sekali. “Kayak beli kucing dalam karung,” begitu kira-kira ungkapan sebagian orang Betawi.

Pertanyaannya, kalau pacaran memang dilarang Islam, apakah mungkin bisa terjalin cinta sejati antara suami isteri, padahal mereka tidak saling kenal lebih jauh jatidiri masing-masing. Apakah tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari. Kalau ketidakcocokan di saat pacaran kan bisa diputus, lalu gimana kalau ketidakcocokan ketika sudah menikah, apalagi ketika sudah punya anak?

Logika-logika awam seperti ini kerap muncul dan menjadi ganjalan seorang lajang muslim untuk menapaki gerbang pintu pernikahan. “Bisa gak sih nikah tanpa melalui pendekatan atau pacaran?”

Sepintas, logika awam seperti itu mengandung sebuah kebenaran: Hubungan pernikahan adalah hubungan yang sangat spesial antara pria dan wanita yang tidak punya batasan waktu, karena itu mesti dilakukan dengan hati-hati, dan melalui pendekatan yang dalam. Tapi lihatlah, bagaimana akhir dari sepak terjang kaum selebritis yang gonta-ganti pasangan karena ingin mendamba rumah tangga yang harmonis. Kebanyakan dari rumah tangga mereka hanya seumur jagung.

Perhatikanlah apa yang disampaikan Yang Maha Pencipta dan Maha Tahu terhadap ciptaan-Nya. Dalam Alquran, Allah swt. memberikan sebuah rumusan tentang menggapai cinta yang baik dan benar antara pria dan wanita.

Dalam Surah Ar-Rum ayat 21, Allah swt. berfirman.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Perhatikanlah ayat itu. Allah swt memberikan isyarat kepada kita bahwa jodoh atau pernikahan merupakan sebuah pintu untuk bisa mendapatkan ketenangan, cinta, dan kasih sayang. Bukan sebaliknya, memburu ketenangan, cinta, dan kasih sayang terlebih dahulu, baru kemudian memasuki pintu pernikahan.

Hal yang sebaiknya kita pahami adalah bahwa cinta yang didasari pada faktor biologis seperti cantik atau ganteng, cocok dan menarik karena hal-hal yang terlihat dari fisik seseorang, begitu sangat relatif. Penilaian mudah berubah-ubah tergantung situasi dan kondisi.

Ketika seorang lelaki dan wanita terkondisikan dalam sebuah ruangan secara rutin, akan muncul rasa ketertarikan. Padahal boleh jadi, keduanya sudah punya calon masing-masing di tempat lain. Ketertarikan yang memunculkan cinta pria dan wanita bisa berubah tergantung keadaan yang membentuknya.

Karena itu, ketika seorang pria dan wanita yang sudah terikat dalam pernikahan, akan terkondisikan secara alamiah untuk saling memunculkan rasa ketertarikan dan cinta. Pada situasi dan kondisi ini, ketertarikan dan cinta mereka akan lebih kuat karena didorong oleh tanggung jawab atau amanah. Bandingkan dengan pengkondisian yang dilakukan pada saat pacaran: tanpa beban, bahkan mungkin sekadar iseng, dan coba-coba.

Hal lain yang bisa dipahami dari ayat di atas adalah meraih cinta dengan cara pernikahan hanya bisa dilakukan oleh mereka yang punya ikatan keimanan yang bagus kepada Allah swt. Allah mengawali ayat ini dengan menyebut tanda-tanda kebesaran-Nya yang hanya bisa ditangkap oleh mereka yang punya kacamata iman. Tanpa kacamata ini, seorang pria atau wanita hanya akan saling memandang dan menilai dengan kacamata nafsu syahwat saja.

Ketika pintu pernikahan sudah di depan mata, ketika kemantapan untuk mengarungi bahtera rumah tangga sudah begitu mantap, selebihnya adalah tawakal kepada pemilik bahtera yang sebenarnya, Allah swt. Insya Allah, keraguan terhadap hal-hal yang akan mengurangi cinta dari calon pasangan kita, bisa berupa wajah, penampilan, status sosial, dan lain-lain, akan tergantikan dengan keberkahan lain.

Allah swt. menjanjikan itu dalam firman-Nya di Surah An-Nisa ayat 19.

فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“…bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Dari bahasan di atas, Insya Allah, tidak muncul lagi pertanyaan yang kerap menyesatkan proses pernikahan itu sendiri: “Pacaran dulu? Atau nikah dulu?”(muhammadnuh@eramuslim.com)

http://www.eramuslim.com/syariah/benteng-terakhir/cinta-sejati-pacaran-dulu-atau-nikah-dulu.htm

Bila Cinta Tak Berbalas

Maaf Akhi, bukannya saya tidak menghormati permintaan akhi. Tapi rasanya kita cukup menjalin ukhuwah saja dalam perjuangan. Saya doakan semoga akhi menemukan pasangan lain yang lebih baik dari saya.

Amboi, bagaimana rasanya bila kalimat di atas dialami oleh para ikhwan? Bisa saja langit terasa runtuh, hati berkeping-keping. Sang pujaan hati yang kita harapkan menjadi teman setia dalam mengarungi perjalanan hidup menampik khitbah kita. Segala asa yang pernah coba ditambatkan akhirnya karam. Cinta suci sang ikhwan bertepuk sebelah tangan. Ya drama kehidupan menuju meghligai pelaminan memang beragam. Ada yang menjalaninya dengan smooth, amat mulus, tapi ada yang berliku penuh onak duri, bahkan ada yang pupus ditengah perjalanan karena cintanya tak bertaut dalam maghligai pernikahan.

Ini bukan saja dialami oleh para ikhwan, kaum akhwat pun bias mengalaminya. Bedanya, para ikhwan mengalami secara langsung karena posisi mereka sebagai subyek/pelaku aktif dalam proses melamar. Sehingga getirnya kegagalan cinta –seandainya memang terasa getir- langsung terasa. Sedangkan kaum akhwat perasaanya lebih aman tersembunyi karena mereka umumnya berposisi pasif, menunggu pinangan. Tapi manakala sang ikhwan yang didamba memilih berlabuh dihati yang lain kekecewaan juga merebak dihati mereka.

Mengambil sikap

Ikhwan dan akhwat rahimakumullah, siapapun berhak kecewa manakala keinginan dan cita-citanya tidak tercapai. Perasaan kecewa adalah bagian dari gharizatul baqa’ (naluri mempertahankan diri) yang Allah ciptakan pada manusia. Dengannya, manusia adalah manusia bukan onggokan daging dan tulang belulang. Ia juga bukan robot yang bergerak tanpa perasaan, tapi manusia memiliki aneka emosi jiwa. Ia bisa bergembira tapi juga bisa kecewa.

Emosi negatif, seperti perasaan kecewa akibat tertolak, bukannya tanpa hikmah. Kesedihan akan memperhalus perasaan manusia, bahkan akan meningkatkan kepekaannya pada sesama. Bila dikelola dengan baik maka akan semakin matanglah emosi yang terbentuk. Tidak meledak-ledak lalu lenyap seketika. Ia akan siap untuk kesempatan berikutnya; kecewa ataupun bergembira. Jadi mengapa tidak bersyukur manakala kita ternyata bisa kecewa? Karena berarti kita adalah mansia seutuhnya.

Kegagalan meraih cinta juga bukan pertanda bencana. Tapi akan memberikan pelajaran beharga pada manusia. Seorang filsuf bernama John Charles Salak mengatakan : Orang-orang yang gagal dibagi menjadi dua; yaitu mereka yang berfikir gagal padahal tidak pernah melakukannya, dan mereka yang melakukan kegagalan dan tak penah memikirkannya.

Karenanya kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, tapi justru awal dari segala-galanya. Meski terdengar klise tapi ada benarnya; ambillah pelajaran dari sebuah kegagalan lalu buatlah perbaikan diri. Tentu saja itu dengan tetap mengimani qadla Allah SWT. Agar kegagalan mengkhitbah tidak menjadi petaka, maka ikhwan dan akhwat, persiapkanlah diri sebaik-baiknya, ada beberapa langkah yang bisa diambil:

Percayai qadla

Manusia tidak suka dengan penolakan. Ia ingin semua keinginannya selalu terpenuhi. Padahal ditolak adalah salah satu bagian dari kehidupan kita. Kata seorang kawan, hidup itu adakaanya tidak bisa memilih. Perkataan itu benar adanya, cobalah kita renungkan, kita lahir kedunia ini tanpa ada pilihan; terlahir sebagai seorang pria atau wanita, berkulit coklat atau putih, berbeda suku bangsa, dsb. Demikian pula rezeki dan jodoh adalah hal yang berada di luar pilihan kita. Man propose, god dispose. Kita hanya bisa menduga dan berikhtiar, tapi Allah jua yang menentukan.

Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari kemudian menjadi ‘alaqah kemudian menjadi janin, lalu Allah mengutus malaikat dan diperintahkannya dengan empat kata dan dikatakan padanya: tulislah amalnya, rizkinya dan ajalnya. (HR.Bukhari)

Maka kokohkanlah keimanan saat momen itu terjadi pada kita. Yakinilah skenario Allah tengah berlangsung, dan jadilah penyimak yang baik dengan penuh sangka yang baik padaNya. Tanamkan dalam diri kita ‘Allah Mahatahu yang terbaik bagi hamba-hambaNya’. Jangan biarkan kekecewaan menggerogoti keimanan kita kepadaNya. Apalagi dengan terus menanamkan prasangka buruk padaNya. Segerahlah sadar bahwa ini adalah ujian dari Allah . akankah kita menerima qadla-Nya atau merutuknya? Dengan demikian, fragmen yang pahit dalam kehidupan InsyaAllah akan memperkuat keyakinan kita bahwa Allah sayang pada kita. Demikian sayangnya, sampai-sampai Allah tidak rela menjodohkan kita dengan si fulan yang kita sangka sebagai pelabuhan cinta kita.

Bersiap untuk cinta dan bahagia

Seandainya ukhti menjadi istri saya, saya berjanji akan membahagiakan ukhti, demikian ungkapan keinginan para ikhwan terhadap akhwat yang akan mereka lamar. Puluhan, mungkin ratusan angan-angan kita siapkan seandainya si dia menerima pinangan cinta kita. Kita begitu siap untuk berbahagia dan membahagiakan orang lain. Sama seperti banyak orang yang ingin menjadi kaya, tenar dan dipuja banyak orang.

Sayang, banyak diantara kita yang belum siap untuk merasa kecewa. Dan ketika impian itu berakhir kita seperti terhempas. Tidak percaya bahwa itu bisa terjadi, ada akhwat yang ‘berani’ menolak pinangan kita. Bila kurang waras, mungkin akan keluar ucapan, “berani-beraninya. .. atau apa yang kurang dari saya.? Akhi dan ukhti, jangan biarkan angan-angan membuai kita dan membuat diri menjadi tulul amal, panjang angan-angan. Sadarilah semakin tinggi angan membuai kita, semakin sakit manakala tak tergapai dan terjatuh.

Ambillah sikap simbang setiap saat; bersiap diri menjadi senang sekaligus kecewa. Sikap itu akan menjadi bufferl penyangga mental kita, apapun yang terjadi kelak. Manakala kenyataan pahit yang ada di depan mata, sang akhwat menolak khitbah kita atau sang ikhwan memilih ‘bunga’ yang lain, hati ini tidak akan tercabik. Yang akan datang adalah keikhlasan dan sikap lapang dada. Demikian pula saat ia menjatuhkan pilihannya pada kita, hati ini akan bersyukur padaNya karena doa terkabul, keinginan menjadi kenyataan.

Menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya urusannya seluruhnya baik dan tidaklah hal itu dimiliki oleh seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur maka hal itu baik baginya, dan jika menderita kesusahan ia bersabar maka hal itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim)

Bukan Aib

Ditolak? Emang enak! Wah, mungkin demikian pikiran sebagian ikhwan. Malu, kesal dan kecewa menjadi satu. Tapi itulah bentuk ‘perjuangan’ menuju pernikahan. Kita tidak akan pernah tahu apakah sang pujaan menerima atau menolak kita, kecuali setelah mengajukan pinangan padanya. Manakala ditolak tidak usah malu, bukan cuma kita yang pernah ditolak, banyak ikhwan yang ‘senasib’ dan ‘sependeritaan’. Saatnya berjiwa besar ketika ditolak. Tidak perlu merasa terhina. Demikian pula saat banyak orang tahu hal itu. Bukankah apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang benar? Mengapa mesti malu.

Kita mungkin takkan Bahagia’

Marah-marah karena lamaran tertolak? Mendoakan keburukan pada ikhwan yang tidak mencintai kita? Itu bukan sikap seorang muslim/muslimah yang baik. Tidak ada yang bisa melarang seseorang untuk jatuh cinta maupun menolak cinta. Sebagaimana kita punya hak untuk mencintai dan melamar orang, maka ada pula hak yang diberikan agama pada orang lain untuk menolak pinangan kita. Bahkan dalam kehidupan rumah tangga pun seorang suami dan istri diberikan hak oleh Allah SWT. Untuk membatalkan sebuah ikatan pernikahan.

Mengapa ada hak penolakan cinta yang diberikan Allah pada kita? Bahkan dalam pernikahan ada pintu keluar ‘perceraian’? jawabannya adalah sangat mungkin manusia yang jatuh cinta atau setelah membangun rumah tangga, ternyata tak kunjung memperoleh kebahagiaan ( al hanaah ) dari pasangannya, maka tiada guna mempertahankan sebuah bahtera rumah tangga bila kebahagiaan dan ketentraman tak dapat diraih. Wallahu’alam bi ash shawab

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. ( Al-Baqarah[2] :229 ) Berpikir positiflah manakala cinta tak berbalas. Belum tentu kita memperoleh kebahagiaan bila hidup bersamanya. Apa yang kita pandang baik secara kasat mata, belum tentu berbuah kebaikan di kemudian hari. Adakalanya keinginan untuk hidup bersama orang yang kita idamkan begitu menggoda. Tapi bila ternyata cinta kita bertepuk sebelah tangan, untuk apa semua kita pikirkan lagi? Allah Maha Pangatur, ia pasti akan mempertemukan kita dengan orang yang memberikan kebahagiaan seperti yang kita angankan. Bahkan mungkin lebih dari yang kita harapkan.

Be positive thinking, suatu hari kelak ketika antum telah menikah dengan orang lain bukan dengan si dia yang antum idamkan- niscaya antum takjub dengan kebahagiaan yang antum rasakan. Percayalah banyak orang yang telah merasakan hal demikian.

Saya tak mungkin berbahagia tanpanya’

Ini adalah perangkap, ia akan memenjarakan kita terus menerus dalam kekecewaan. Perasaan ini juga menghambat kita untuk mendapatkan kesempatan berbahagia dengan orang lain. Mereka yang terus menerus mengingat orang yang pernah menolaknya, dan masih terbius dengan angan-angannya sebenarnya tengah menyiksa perasaan mereka sendiri dan menutup peluang untuk bahagia.

Mari berpikir jernih, untuk apa memikirkan orang lain yang sudah menjalani kehidupannya sendiri? Jangan biarkan orang lain membatalkan kebahagiaan kita. Diri kitalah yang bisa menciptakannya sendiri. Untuk itu tanamkan optimisme dan keyakinan terhadap qadla Allah SWT. Insya Allah, akan ada orang yang membahagiakan kita kelak.

Cinta membutuhkan waktu

Maukah ukhti menjadi istri saya? Saya tunggu jawaban ukhti dalam waktu 1 X 24 jam!” Masya Allah, cinta bukanlah martabak telor yang bisa di tunggu waktu matangnya. Ia berproses, apalagi berbicara rumah tangga, pastinya banyak pertimbangan- pertimbangan yang harus dipikirkan. Ada unsur keluarga yang harus berperan. Selain juga ada pilihan-pilihan yang mungkin bisa diambil.

Jadi harap dipahami bila kesempatan datangnya cinta itu menunggu waktu. Seorang akhwat yang akan dilamar –contoh extrim pada kasus diatas- bisa jadi tidak serta merta menjawab. Biarkanlah ia berpikir dengan jernih sampai akhirnya ia melahirkan keputusan. Jadi cara berpikir seperti di atas sebenarnya lebih cocok dimiliki anggota tim SWAT ketimbang orang yang berkhitbah

Ideal bagus, Tapi realistik adalah sempurna

Suami yang saya dambakan adalah yang bertanggungjawab pada keluarga, giat berdakwah dan rajin beribadah, cerdas serta pengertian, penyayang, humoris, mapan dan juga tampan.” Itu mungkin suami dambaan Anda duhai Ukhti . tapi jangan marah bila saya katakan bahwa seandainya kriteria itu adalah harga mati yang tak tertawar, maka yang ukhti butuhkan bukanlah seorang ikhwan, melainkan kitab-kitab pembinaan. Kenyataannya tidak ada satupun lelaki didunia ini yang bisa memenuhi semua keinginan kita. Ada yang mapan tapi kurang rupawan, ada yang rajin beribadah tapi kurang mapan, ada yang giat dakwah dakwah tapi selalu merasa benar sendiri, dsb.

Ini bukan berarti kita tidak boleh memiliki kriteria bagi calon suami/istri kita, lantas membuat kita mengubah prinsip menjadi ‘yang penting akhwat” atau “yang penting ikhwan”. Tapi realistislah, setiap menusia punya kekurangan – sekaligus kelebihan. Mereka yang menikah adalah orang-orang yang berani menerima kekurangan pasangannya, bukan orang-orang yang sempurna. Tapi berpikir realistis terhadap orang yang akan melamar kita, atau yang akan kita lamar, adalah kesempurnaan

Maka doa kita kepada Allah bukanlah,”berikanlah padaku pasangan yang sempurna” tetapi “ya Allah, karuniakanlah padaku pasangan yang baik bagi agamaku dan duniaku.

Kekuatan Ruhiyah

Percaya diri itu harus, tapi overselfconfidence adalah kesalahan. Jangan terlalu percaya diri akhi bahwa lamaran antum diterima. Jangan juga terlalu yakin ukhti, bahwa sang pujaan akan datang ke rumah anti. Perjodohan adalah perkara gaib. Tanpa ada seorang pun yang tahu kapan dan dengan siapa kita akan berjodoh. Cinta dan berjodohan tidak mengenal status dan identifikasi fisik. Bukan karena ukhti cantik maka para ikhwan menyukai ukhti. Juga bukan karena akhi seorang hamalatud da’wah lalu setiap akhwat mendambakannya.

Kita tidak bisa mengukur kebahagiaan orang lain menurut persepsi kita. Bukankah sering kita melihat seseorang yang menurut kita “luar biasa” berjodoh dengan yang ‘biasa-biasa’. Seperti seringnya kita melihat pasangan yang ganteng dan cantik, populer tapi kemudian berpisah. Inilah rahasia cinta dan perjodohan, tidak bisa terukur dengan ukuran-ukuran manusia

Maka landasilah rasa percaya diri kita dengan sikap tawakal kepada Allah. Kita berserah diri kepadaNya akan keputusan yang ia berikan. Jauhilah sikap takkabur dan sombong. Karena itu semua hanya akan membuat diri kita rendah dihadapan Allah dan orang lain. Intinya saya bermaksud mengatakan ‘jangan ke-ge-er-an’ dengan segala title dan atribut yang melekat pada diri kita.

Beri cinta kesempata (lagi)

……….dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” ( QS. Yusuf[12]:87 )

bersedih hati karena gagal bersanding dengan dambaan hati wajar adanya. Tapi bukan alasan untuk menyurutkan langkah berumah tangga. Dunia ini luas, demikian pula dengan orang-orang yang mencintai kita.

Kegagalan cinta bukan berarti kita tidak berhak bahagia atau tidak bisa meraih kebahagiaan. Bila hari ini Allah belum mempertemukan kita dengan orang yang kita cintai, insyaAllah ia akan datang esok atau lusa, atau kapanpun ia menghendaki, itu adalah bagian dari kekuasaanNya cinta juga berproses. Ia membutuhkan waktu. Ia bisa datang dengan cepat tak terduga atau mungkin tidak seperti yang kita harapkan. Ada orang yang dengan cepat berumah tangga, tapi ada pula yang merasakan segalanya berjalan lambat, namun tidak pernah ada kata terlambat untuk merasakan kebahagiaan dalam pernikahan.

Beri kesempatan diri kita untuk kembali merasakan kehangatan cinta. love is knocking outside the door.’ Kata musisi Tesla dalam senandung love will find a way. Tidak pernah ada kata menyerah untuk meraih kebahagiaan dalam naungan ridhoNya. Yang pokok, ikhwan atau akhwat yang kelak akan menjadi pasangan kita adalah mereka yang dirihoi agamanya.

jika melamar kepada kalian seseorang yang kalian ridho agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah ia, bila kalian tidak melakukannya maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang nyata” (HR. Turmudzi)

Wanita dinikahi karena satu dari tiga hal; dinikahi karena hartanya, dinikahi karena kecantikannya, dinikahi karena agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama dan akhlak (mulia) niscaya selamat dirimu.” (HR.Ahmad)

Oleh: Iwan Yanuar

www.gaulislam.com

http://catatankecil.multiply.com/journal/item/41/Bila_Cinta_Tak_Berbalas

Tips Memilih Pasangan Hidup

Antara memilih dan dipilih. Begitulah sesungguhnya hidup ini. Hal ini dikarenakan kehidupan manusia di dunia ini sering diwarnai sebuah proses pilihan hidup yang saling susul menyusul, yang selalu hadir dalam dua buah kondisi : Memilih ataukah dipilih! Dan salah satu kenyataan hidup yang tak dapat kita hindari adalah keniscayaan untuk memilih calon suami atau istri sebagai pendamping hidupnya di dunia bahkan hingga di akhirat.

Masalah Pertama Yang Harus Diperhatikan.

Dalam membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, pemilihan pasangan hidup merupakan pintu gerbang pertama yang harus dilewati secara benar sebelum masuk kepada lembaga keluarga Islami yang sesungguhnya, sehingga perjalanan selanjutnya menjadi lebih mudah dan indah untuk dilalui.

Karena itu ajaran Islam sangat menekankan system pemilihan pasangan hidup yang berpedoman kepada nilai-nilai Islam. Tujuannya agar lelaki yang shalih akan mendapatkan wanita yang shalihah, demikian pula sebaliknya. Allah berfirman:

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (QS. An Nuur: 26).

Mengapa Kita Harus Selektif?

Kecermatan memilih pasangan hidup sangat menentukan keberhasilan perjalanan seorang hamba di dunia dan akhirat. Apalagi mengingat pernikahan merupakan bentuk penyatuan dari dua lawan jenis yang berbeda dalam banyak hal, keduanya tentu memiliki kebaikan dan keburukan yang tingkatannya juga berbeda satu sama lain.

Adalah menjadi suatu hak dan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah untuk mencari pendamping yang benar-benar akan membuka pintu kebaikan buat dirinya dan mengundang keridhaan dari Rabb-nya dan hal ini hanya dapat dicapai bila diawali proses pemilihan calon pasangan hidup yang selektif, yang dilandasi oleh semangat Islami sebagai dasar terjadinya suatu pernikahan. Ingat! Setelah pernikahan, tidak ada pilihan lagi buat kita, kecuali dua hal: mendapatkan ketenangan yang membahagiakan rumah tangga atau memperoleh kesengsaraan yang membinasakan. Na’udzubillahi min dzaalik!

Akibat Salah Memilih

Akibat salah dalam memilih pasangan hidup, banyak pasangan suami istri yang menghadapi kesulitan dan hidupnya malah tidak bahagia, bahkan perceraian dan gonta ganti pasangan menjadi sesuatu yang sudah biasa dilakukan. Dewasa ini, begitu banyak kasus pertikaian di dalam sebuah keluarga, dari sekedar konflik yang berbentuk pertengkaran mulut sampai dengan penganiayaan fisik bahkan pembunuhan, yang disebabkan oleh kesalahan langkah awal dalam membentuk rumah tangga.

Iklim pergaulan di masyarakat kita yang memang cenderung permisif dan belum Islami, merupakan penyebab utama yang melahirkan pernikahan sebatas dorongan nafsu semata. Tolak ukur pencarian pasangan hidup jarang yang berorientasi pada nilai-nilai agama. Melainkan seringkali hanya sebatas keindahan fisik, melimpahnya materi dan mulianya status di masyarakat, atau bahkan hanya karena sudah terlanjur cinta yang telah menyebabkan mata hati menjadi buta terhadap kebaikan dan keburukan orang yang dicinta.

Apabila pernikahan terjadi hanya lantaran dorongan nafsu semacam itu, maka wajarlah jika banyak pasangan yang bertikai mereasa kesulitan menyelesaikan permasalahan rumah tangga mereka secara Islami, lantaran proses pernikahan mereka terjadi begitu saja secara naluriah, tanpa ada landasan nilai-nilai ke-Islaman yang mengawali. Lalu bagaimana mungkin akan kembali kepada Qur’an dan Sunnah, sedangkan mereka dahulunya tidak berangkat dari keduanya? Maka memilih pasangan hidup atas dasar nilai-nilai Islam adalah sikap yang penting, dan berhati-hati dalam memilih pasangan hidup menjadi suatu keharusan bagi kita, camkanlah nasehat Luqman Al Hakim berikut ini:

“Wahai anakku, takutlah terhadap wanita jahat karena dia membuat engkau beruban sebelum masanya. Dan takutlah wanita yang tidak baik karena mereka mengajak kamu kepada yang tidak baik, dan hendaklah kamu berhati-hati mencari yang baik dari mereka.”

(Begitu pula untuk Wanita berhati-hatilah dalam mencari pasangan)

Siapa Yang Harus Kita Pilih?

Islam telah mengajarkan dengan cermat atas dasar apa kita harus memilih pasangan hidup kita:

“Dinikahi wanita atas dasar empat perkara: karena hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya, dan k arena agamanya. Barangsiapa yang memilih agamanya, maka beruntunglah ia.” (HR. al Bukhari dan Muslim)

Maka jelaslah bagi kita bahwa ada empat dasar dalam menentukan siapa yang layak untuk kita pilih menjadi pasangan hidup kita, yakhi kekayaan, keelokan, keturunan serta akhlak dan agama. Dan di antara semuanya, maka akhlak dan agama menjadi jaminan kedamaian dan kebahagiaan, sebaliknya pengabaian bahkan pengingkaran terhadap masalah ini akan menyebabkan fitnah dan kerusakan yang besar bagi para pelakunya. Alangkah indahnya memang bila kesemuanya terkumpul pada diri seseorang hamba Allah.

Pilih Yang Taqwa, Baru Yang Lain

Yang pertama adalah perihal kekayaan

Hal ini memang utama, bahkan Rasullah saw adalah seorang dermawan yang paling banyak sedekahnya, tetapi pernikahan bukanlah sekedar transaksi perdagangan semata, bahkan Allah mengancam mereka yang menikah semata-mata karena mengharapkan kekayaan dengan kefakiran:

”Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, Allah tidak akan menambahkannya kecuali kefakiran..” (HR. Ibnu Hibban).

Yang kedua adalah keelokan

Hal ini juga memang boleh-boleh saja dan menyukai keelokan memang fitrah manusia, bahkan Allah sendiri indah dan menyukai keindahan, tetapi pernikahan pun bukan sekedar kesenangan mata belaka. Sesungguhnya keelokan merupakan karunia Allah kepada hamba-Nya, yang kelak pasti akan diambil-Nya secara perlahan dengan bertambahnya usia sang hamba. Karena memang tidak ada keelokan yang berkekalan di dunia yang fana ini.

“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, sebab kecantikan itu akan lenyap dan janganlah kamu menikahi mereka karena hartanya, sebab harta itu akan membuat dia sombong. Akan tetapi nikahilah mereka karena agamanya, sebab seorang budak wanita yang hitam dan beragama itu lebih utama.” (HR. Ibnu Majah).

Dan ketiga adalah keturunan,

Demikian pula hal ini juga sesuatu yang utama, tetapi pernikahan pun bukan sekedar kebanggaan silsilah yang justru bias membawa kepada penyakit ‘ashobiyah’. Bahkan Allah mengancam mereka yang menikahi seseorang hanya untuk mengejar keturunan, dengan memberikan kerendahan bukan kemuliaan.

“Barangsiapa yang menikahi wanita karena keturunannya, Allah tidak akan menambahkan kecuali kerendahan…”(HR. Ibnu Hibban)

Terakhir yang keempat adalah akhlak dan agama,

Inilah faktor yang paling utama, yang tidak boleh tidak, harus ada pada calon pasangan hidup kita. Semakin baik akhlak dan agama seseorang, maka seakan-akan semakin jelaslah kebahagiaan sebuah rumah tangga telah terbentang dihadapan kita. Akhlak dan agama disini bukanlah sebatas ilmu dan retorika atau banyaknya hapalan di kepala, melainkan mencakup ucapan dan perbuatan sebagai cerminan dari hati seseorang yang telah melekat dalam kepribadiannya, dan inilah TAQWA yang sebenarnya!.

Betapa beruntungnya menikah dengan hamba yang bertaqwa, karena ia pandai menghormati pasangan hidupnya dan sangat berhati-hati dari menzhaliminya, sebagaimana jawaban Hasan bin Ali ketika ada seseorang yang bertanya. “Aku mempunyai anak gadis, menurutmu kepada siapa aku harus menikahkannya?” Maka Hasan menjawab.” Nikahkanlah ia dengan lelaki yang bertaqwa kepada Allah. Jika lelaki itu mencintainya, maka ia akan menghormatinya, dan jika marah maka ia tidak akan menzhaliminya.

Dan sebaliknya penolakan terhadap lelaki atau wanita yang bertaqwa, bagaikan menolak kebaikan dan menggantinya dengan kerusakan:

Simaklah kedua hadits berikut ini:

: “Jika datang seorang laki-laki kepadamu (untuk melamar), sedang kau tahu ia baik akhlak dan agamanya lalu kau tolak, maka jadilah fitnah buatmu dan kerusakan yang besar,” (HR. Ibnu Majah)

: “Apabila telah dating kepadamu seorang wanita yang agama dan akhlaknya baik maka nikahilah dia. Jika engkau menikahi wanita bukan atas dasar agama dan akhlak, maka wanita itu akan menjadi fitnah dan menimbulkan kerusakan luas.”(HR. At Tirmidzi).

Akhirnya pernikahan yang ideal sesungguhnya merupakan keseimbangan dari semua faktor tersebut, dengan akhlak dan agama sebagai parameter yang paling penting, karena itu dalam memilih pasangan hidup, jangan sampai niatan kita hanya sekedar mencari kecantikan atau keturunan atau harta saja dengan meninggalkan criteria taqwa, sehingga tidak ada keberkahan yang akan kita dapatkan dalam rumah tangga kita kelak.

“Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, Allah tidak akan menambahkannya kecuali kafakiran. Barangsiapa yang mengawini wanita karena untuk memejamkan pandangannya, menjaga kemaluannya serta menjalin tali persaudaraan, niscaya Allah memberkahinya.” (HR. Ibnu Hibban).

Mempersempit Pilihan Untuk Keutamaan

Tidak jarang seseorang dihadapkan pada sekian banyak pilihan pasangan hidup yang dari segi akhlak dan agama sama dan setaraf, apalagi masalah di dalam ketaqwaan seseorang memang sulit untuk dideteksi dalam waktu yang singkat. Maka untuk mencari sebuah keutamaan, pilihan kadang memang perlu dipersempit, sebab semakin banyak pilihan maka akan semakin sulit bagi kita untuk memilih yang terbaik. Dan menurut kacamata agama yang tentunya selalu selaras dengan fitrah dan naluriah seorang insan. Ada beberapa keutamaan yang bias dipertimbangkan dalam memilih pasangan hidup.

1. Pilihan yang sekufu

“Pilihlah wanita-wanita yang akan melahirkan anak-anakmu dan nikahilah wanita yang sekufu (sederajat) dan nikahlah dengan mereka.”(HR. Ibnu Majah, Al Hakim, dan Al Baihaqi)

Al Kafa’ah merupakan masalah kesesuaian dan kesamaan antara pasangan pernikahan yang dianggap paling mendekati, seperti pertimbangan akan masalah: usia, garis keturunan, kehormatan, profesi, atau tingkat pendidikan. Para ulama menyarankan agar laki-laki idealnya menikah dengan wanita yang setingkat dengannya atau dibawahnya, sedangkan seorang wanita sebaiknya menikah dengan laki-laki yang mempunyai tingkatan yang sama atau di atasnya.

Tetapi penting untuk dipahami, bahwa tingkat kesamaan sosial ini bukanlah merupakan syarat mutlak dalam sebuah proses pernikahan, karena Islam sendiri adalah agama tanpa kelas, yang menyamakan kedudukan semua hambanya, terkecuali dari ketakwaanya.

Kalaupun ia menjadi sebuah pertimbangan, adalah semata-mata sebagai tindakan kehati-hatian, agar kelak tidak ada penyesalan dikemudian hari yang akhirnya bias lebih menyakitkan, karena sesungguhnya hati manusia itu memang sering labil dan mudah berubah-ubah. Dan masalah ini, sebenarnya merupakan tata cara kebijaksanaan duniawi yang masih bisa disepakati bila ada persetujuan diantara kedua belah pihak.

2. Memilih yang penuh kasih sayang dan subur

“Nikahilah wanita-wanita yang penuh kasih dan banyak memberikan keturunan (subur) sebab aku akan bangga dengan banyaknya ummat dihari kiamat kelak” (HR. Ahmad).

Hamba yang penuh kasih dan mengasihi adalah hamba yang memiliki nada perasaan (afek) yang halus serta emosi yang terkendali. Kita dapat mengenali apakah seseorang termasuk kriteria ini melalui ucapan, perbuatan ataupun tatapan mata, baik dikala ia gembira maupun kecewa, yang kesemuanya itu dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kepribadian dan isi hati yang dimilikinya. Apakah dipenuhi kelembutan dan kasih sayang? Ataukah dipenuhi kekasaran , kebencian dan kepalsuan.

Sementara itu mereka secara mudahnya dapat kita ketahui dari berapa jumlah saudara atau keluarganya yang terdekat, atau dari jenis penyakit penghambat keturunan yang diderita dirinya ataupun saudaranya dan keluarganya yang terdekat.

3. Memilih kerabat yang jauh

Nasihat Rasulullah saw. “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab dapat berakibat melahirkan keturunan yang lemah akal dan fisik.” Dan selain untuk menjaga kualitas keturunan dari penyakit bawaan, menikahi mereka yang berasal jauh dari keluarga kita akan menambah ikatan kekerabatan dengan orang lain, serta memberikan kebahagiaan sendiri bila harus berpergian jauh untuk saling silaturahim.

4. Memilih para gadis

“Nikahilah para gadis sebab ia lebih lembut mulutnya, lebih lengkap rahimnya, dan tidak berfikir untuk menyeleweng, serta rela dengan apa yang ada di tanganmu.” (HR. Ibnu Majah. Al Baihaqi dari Uwaimir bin Saidah)

Pernikahan dengan yang masih gadis lebih utama daripada janda, karena dapat membuat hubungan lebih erat dan menyatu, mereka lebih mudah digoda dan Bercanda serta bersenang-senang, lebih setia dan menerima, serta lebih sedikit beban mental dan psikologisnya bagi kita. Semua ini mempunyai kesan dan kenikmatan tersendiri di dalam menambah keindahan rumah tangga.

Mempersempit pilihan bukan mempersulit pilihan

Jadi sesungguhnya tidak ada larangan untuk mempersempit pilihan kita dalam rangkan meraih sebuah ketentraman, selama pijakannya tetap berpedoman kepada nilai-nilai Islam. Walaupun demikian, keinginan ini bukan suatu kemutlakan yang harus dilakukan apalagi dipaksakan.

Dalam kondisi-kondisi tertentu, menikahi seorang yang dari satu sisi dianggap tidak sekufu, atau yang kurang kesuburannya, atau yang masaih memiliki hubungan kerabat dekat, atau seorang janda, bukanlah suatu perbuatan yang bernilai minus di dalam Islam, bahkan bisa jadi lebih utama, bila ada alas an yang kuat untuk dilakukan.

Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa mempersempit pilihan ini tidaklah sama dengan mempersulit pilihan. Jika mempersempit pilihan berdasarkan anjuran agama demi keutamaan, kepuasan dan kesyukuran seorang hamba atas nikmat Allah yang sangat banyak, maka mempersulit pilihan merupakan anjuran hawa nafsu demi keangkuhan, gengsi dan kepuasan duniawi belaka. Jadi sangat jauh berbeda diantara keduanya!.

http://pacaranislamikenapa.wordpress.com/2009/03/01/tips-memilih-pasangan/

6 Kerusakan Valentine’s Day

Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.

Cikal Bakal Hari Valentine

Sebenarnya ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul Valentine’s Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang peristiwa sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).

Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (The World Book Encyclopedia, 1998).

Versi lainnya menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)

Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:

    1. Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.

    1. Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.

    1. Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.

    1. Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.

Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.

Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.

Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir

Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ

“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)

Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.

Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman

Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)

Ibnul Jauziy dalam Zaadul Maysir mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.

Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.

Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti

Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

مَا أَعْدَدْتَ لَهَا

“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”

Orang tersebut menjawab,

مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,

فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”

Anas pun mengatakan,

فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”

Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?

Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!

Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat

“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)

Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.

Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”

Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina

Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.

Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.

Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)

Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.

Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan

Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)

Penutup

Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”

Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Panggang, Gunung Kidul, 12 Shofar 1430 H

Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.muslim.or.id

TIDAK ADA ISTILAH MANTAN PEZINA DALAM ISLAM (dilarang menghina orang yang sudah bertobat)

Pertanyaan: Ustadz, saya dulu jarang shalat, apalagi ketika iman lemah dan sedang dikuasai hawa nafsu, (dan ketika) syahwat saya menggebu-gebu kemudian saya melakukan perzinaan, dan saya ulangi itu beberapa kali, meski saya berjanji tidak akan melakukan itu lagi. Dan apakah mungkin saya juga bersanding dengan seorang pezina dan bagaimana cara taubat yang benar?

Ustadz menjawab:

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah atas hidayah yang Allah berikan kepada anda. Wajib disyukuri oleh anda dan kita semua. Sebab perzinaan itu pengaruh jeleknya bukan pada pelakunya saja, tetapi juga pada masyarakat. Kemudian anda bertaubat, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Luas Rahmat-Nya dan Maha Pengampun. Jangankan hanya perzinaan, bahkan semua kemungkaran, kemaksiatan, dan yang paling besar berupa kekufuran saja, Allah masih mau menerima taubat hamba-Nya. Firman-Nya, “Allah itu mengampuni dosa semuanya.” Maka anda hanya perlu bertaubat, semua yang telah lalu insya Allah, Allah ampuni dan anda pindah status dari pezina kepada muslim yang baik.

Tidak ada dalam Islam istilah mantan pezina, bahkan para PSK yang mungkin berzina berkali-kali bahkan berpuluh-puluh kali, bila dia bertaubat, dia berpindah dari PSK menjadi muslimah yang biasa dan tidak boleh dikatakan mantan PSK. Itu nggak boleh! Sebab taubat itu menghapus semua yang telah lewat. “Taubat itu menghapus yang sebelumnya,” demikian kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga, anda jika bertaubat maka menjadi muslim yang baik kembali dan anda tidak boleh menikah dengan pezina. Dan anda, insya Allah, akan mendapat muslimah yang baik, bila anda istiqamah dengan kebaikan yang Allah berikan kepada anda tersebut.

Adapun cara bertaubatnya sebagai berikut:

1. Menyesal.

2. Berniat dan bertekad dengan keras untuk tidak mengulangi hal tersebut.

3. Menjauhi tempat-tempat yang memungkinkan anda untuk kembali mengulangi perbuatan zina lagi.

Dan yang selebihnya, ada adab yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan kepada kita semua yaitu shalat dua rakaat sebagai wujud kesungguhan kita untuk bertaubat kepada Allah. Sehingga dengan demikian mudah-mudahan Allah menerima taubat saudara dan kemudian saudara bisa kembali istiqamah dengan belajar ilmu agama. Dan kemudian, bila sudah punya kemampuan, segeralah menikah dengan muslimah yang baik dan taat, supaya nanti bisa menjaga diri anda dari mengulangi perbuatan yang telah lalu (zina).

Abu Muhammad Herman

(Disalin dengan perubahan pada judul, dari Majalah Nikah Sakinah, Volume 8 No. 12, Nara sumber: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc)

==========================

Tambahan (dari tanya jawab di komen yang insya Allah juga bermanfaat untuk kita ketahui):

Pertanyaan (oleh Asy-Syifa Ukhti Kecil):

Afwan akhi mau bertanya, katanya perempuan pezina nikahnya dengan laki-laki yang mezinai, itu bagaimana Abu, minta penjelasannya, syukron.

Jawaban:

Maksudnya bagaimana? Apakah yang anti maksud adalah perempuan pezina harus menikah dengan lelaki yang menzinainya? Kalau itu, afwan ana tidak tahu.

Tapi kalau yang anti maksud adalah perempuan atau lelaki yang pernah berzina lalu telah bertaubat dan telah menjalani kehidupan sebagai seorang wanita shalihah atau seorang lelaki yang shalih sesuai dengan pemahaman salafush shalih, maka berdasarkan penjelasan Ustadz Kholid Syamhudi Lc dalam catatan di atas adalah, ia bisa mendapatkan suami/istri yang shalih/shalihah. Wallahu Ta’ala a’lam.

Adapun mengenai firman Allah Ta’ala:

الزَّانِي لا يَنْكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Laki-laki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan perempuan pezina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan pezina tidak boleh menikah kecuali dengan laki-laki pezina atau laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” (An-Nuur: 3)

Sebab turunnya ayat ini bahwa Abu Martsad al-Ghanawi radhiyallahu ‘anhu meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikahi wanita PELACUR bernama ‘Anaaq yang pada zaman Jahiliyyah merupakan temannya. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Abu Martsad dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat ini, lalu beliau bersabda: “Engkau tidak boleh menikahinya.” (Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2051), at-Tirmidzi (no. 3177), an-Nasa-i (VI/66) dan al-Hakim (I/166), dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhum).

Firman Allah Ta’ala:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (Surga).” (An-Nuur: 26).

Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur dan ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata mengenai laki-laki yang berzina kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata, “Yang pertama adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah haram sedangkan yang terakhir halal.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (no. 16947), al-Baihaqi (VII/155). Lihat Adabul Khithbah wal Zifaf (hal. 29-30)]

Jabir bin ‘Abdillah, Sa’id bin Musayyab, dan Sa’id bin Jubair ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita, kemudian ia menikahinya. Maka mereka menjawab, “Tidak mengapa apabila keduanya taubat dan memperbaiki diri.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (no. 16946) dan al-Baihaqi (VII/155)]

Demikian penjelasan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah di dalam kitab “Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah”, penerbit Pustaka At-Taqwa, Bogor.

Yassarallah lanal khaira haitsuma kunna…

Abu Muhammad Herman

Yang sangat membutuhkan ampunan dan rahmat Allah Ta’ala


Sumber : www.almanhaj.or.id , www.alsofwah.or.id , www.muslim.or.id

06/04/11

Adakah Pacaran Dalam Islam

ADAKAH PACARAN ISLAMI ???

sumber: http://antosalafy.wordpress.com/2007/04/16/adakah-pacaran-dalam-islam/

Pacaran dilarang dan diharamkan dalam Islam. Cukuplah firman-firman Allah berikut ini yang menunjukkan akan keharamannya:

“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi.” [Al-An'aam:151]

“Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” [Al-Israa`:32]

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” [An-Nuur:30]

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” [An-Nuur:31]

Pacaran mengantarkan kepada perzinahan dan perbuatan keji lainnya. Perhatikanlah wahai orang-orang yang berakal! Wallahu A’lam.

Sumber: Buletin Al-Wala’ Wal-Bara’ edisi ke-33 Tahun ke-3 / 22 Juli 2005 M / 15 Jumadits Tsani 1426 H

=============================================

Pacaran tidak boleh karena:
1. Pacaran itu mendekatkan pelakunya kepada zina (mulai zina mata, telinga, lisan, tangan, kaki, hati),
2. Pacaran itu warisan dari Barat, maka kita tidak boleh mengikutinya.
3. Pacaran itu adalah kemaksiatan,
4. Pacaran itu banyak kebohongan.
Dan masih banyak lagi hal-hal yang melanggar syariat.
Wallahu ta’ala a’lam

================================================
Memang benar bahwa pacaran itu mengantarkan kepada perzinahan. Awal pacaran tentu saling lihat dulu atau lirik-lirikan, nah ini sudah masuk kepada zina mata. Kemudian, saling senyum, ini juga sudah masuk ke zina mata babak kedua. Kemudian, saling kenalan, bisa jadi dengan salaman atau berjabat tangan, ini pun termasuk zina tangan. Kemudian, bikin janji. Sudah itu, ketemuan, makan bareng, nonton, saling curhat, dan seterusnya. Sulit sekali menemukan dalam pacaran ini bentuk ketaqwaan kepada Allah atau bentuk semakin cintanya kita kepada Islam dan sunnah.
( http://antosalafy.wordpress.com/ )

=================================================

Pacaran…Kenapa Nggak Boleh Sih ??

Penulis: ummu raihanah

“Aih, Kenapa sih,…kok islam melarang pacaran?? Begitu keluhan fulanah.Buat Fulanah ia melihat ada sisi positif yang bisa diambil dari pacaran ini. Pacaran atau menurutnya ‘penjajakan’ antara dua insan lain jenis sebelum menikah sangat penting agar masing-masing fihak dapat mengetahui karakter satu sama lainnya (dan biasanya untuk memahami karakter pasangannya ada yang bertahun-tahun berpacaran lho!!).Fulanah menambahkan ,”Jadi dengan berpacaran kita akan lebih banyak belajar dan tahu, tanpa pacaran ?? Ibarat membeli kucing dalam karung!! Enggak deh…!” kemudian ia menambahkan “Bila suka dan serius bisa diteruskan ke pelaminan bila tidak ya,..cukup sampai disini..bay-bay!!, Mudahkan?”…hmm…Fulanah tidakkah engkau melihat dampak buruk dari berpacaran ini, ketika masing-masing fihak memutuskan berpisah??…Fulanah apakah engkau yakin benar apabila “putus dari pacaran” hati ini tidak sakit? Benarkah hati ini bisa melupakan bekas-bekas dari pacaran itu? Tidakkah hati ini kecewa, pedih, atau ikut menangis bersama butiran air mata yang menetes?? Sulit dibayangkan!Karena memang begitulah yang saya lihat didepan mata menyaksikan orang yang baru saja putus pacaran…

Bila memang kita tanya semua wanita muslimah seusia Fulanah (yang sedang beranjak dewasa) maka akan melihat ‘pacaran’ ini dengan sejuta nilai positif.Jadi, jangan merasa aneh bila kita dapati mereka merasa malu dengan kawannya karena belum punya pacar!!.. Duh,..kasihan sekali…Wahai ukhti muslimah…Mari kita telaah bersama dengan lebih dalam.Berdasarkan fakta yang ada, bila anda mau menengok sekilas ke surat kabar, tetangga sebelah atau lingkungan sekitar ,siapa sebenarnya yang banyak menjadi korban ‘keganasan’ dari pacaran ini? Wanita bukan??.. Bila anda setuju dengan saya, Alhamdulillah berarti hati anda sedikit terbuka.Ya,… coba lihat akibat dari berpacaran ini.Awalnya memang hanya bertemu, ngobrol bareng,bersenda gurau, ketawa ketiwi,lalu setelah itu??tentu saja setan akan terus berperan aktif dia baru akan meninggalkan keturunan Adam ini setelah terjerumus dalam dosa atau maksiat.Pernahkah anda ,.. mendengar teman atau tetangga ukhti hamil di luar nikah? Suatu klinik illegal untuk praktek aborsi penuh dengan kaum wanita yang ingin menggugurkan kandungannya? Karena sang pacar lari langkah seribu atau tidak mau kedua orangtuanya tahu? Atau pernahkah engkau membaca berita ada seorang wanita belia yang nekat bunuh diri minum racun serangga karena baru saja di putuskan oleh kekasihnya??Sadarkah kita, bahwa sebenarnya kaum hawalah yang banyak dieksploitasi dari ‘ajang pacaran ini?

Sungguh, islam telah memuliakan wanita dan menghormati kedudukan mereka.Tidak percaya??lihat hadits ini..”janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya” (HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad).Islam melarang laki-laki untuk berduaan tanpa ada orang ketiga karena islam tidak menginginkan terjadinya pelecehan ‘seksual’ terhadap wanita.Sehingga jadilah mereka wanita-wanita muslimah terhormat dan terjaga kesuciannya.Untuk kaum laki-laki pun islam melarang mereka menyentuh wanita yang bukan mahramnya coba simak hadits ini “Sungguh bila kepala salah seorang ditusuk dengan besi panas lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”(HR.Thabrani, dalam Mu’jamul Kabir)

Nah, jelas bukan mengapa islam melarang pacaran??
Bila memang seorang laki-laki ingin serius menjalin hubungan dengan seorang wanita, maka islam telah menyediakan sarananya, yaitu menikah. Karena islam Bukanlah agama yang kaku, maka islam menganjurkan kepada masing-masing fihak untuk saling berkenalan (ta’aruf).Tentu saja tidak berduaan lho,..harus ada pihak ketiganya.Setelah itu? Ya,.selamat bertanya tentang biografi calon pasangan anda,apabila kurang jelas, masih kurang yakin..islam menganjurkan mereka untuk shalat istikharah agar di berikan pilihan yang mantap yang nantinya insya Allah akan berakibat baik bagi dunia dan akhirat kedua belah pihak.Setelah mantap dan yakin akan pilihannya..kuatkan azzam (tekad), dan Bismillah…menikah..!! Indah bukan??

( www.islam-download.net )

================================================================

Seorang pemuda yang terlalu lama membujang, kadangkala merasa kesulitan untuk mencari calon istri, keberanian untuk bertandang dan meminang seorang gadis menjadi gamang karena terlalu banyak pertimbangan, akhirnya … pernikahan menjadi sekedar angan-angan karena calon istri belum juga didapatkan.

Sulitnya mencari calon istri, menurut anggapan para bujangan, adalah anggapan yang keliru yang didasari oleh kegamangan diri yang selalu bimbang dan rasa was-was.

Jika perasaan takut itu masih ada didalam diri kita, akan tetapi keinginan untuk mencari calon istri masih belum pudar dari hati kita, maka kita harus berusaha untuk menguatkan keinginan tersebut, namun mencari istri dengan model “PACARAN” tetap tidak diperbolehkan dan hukumnya haram.

Lengkapnya silakan anda baca sebuah buku yang cukup ringkas dan menarik yang salah satu pembahasannya mengupas tentang seluk beluk mencari calon istri yang ditulis oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dengan udul “Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah”, insya Allah jika anda para bujangan membaca buku tersebut, akan timbul keberanian baru untuk segera menikah, sehingga para gadis-pun hatinya menjadi berbunga-bunga.

Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat belaka, bukan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia tidak akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam perbuatan dosa dan kungkungan nafsu, adapun manisnya perbuatan dan indahnya perkataan dalam pacaran, pada dasarnya hanyalah rayuan-rayuan belaka yang kosong dan hampa, yang mengandalkan permainkan kata-kata, untuk itu..hati- hatilah…

Haramnya pacaran, penjelasannya bisa anda simak uraian dibawah ini.

==============================================================
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan pernikahan biasanya ‘berpacaran’ terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajagan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.

Dengan adanya anggapan seperti ini, maka akan melahirkan konsensus di masyarakat bahwa masa pacaran adalah hal yang lumrah dan wajar, bahkan merupakan kebutuhan bagi orang-orang yang hendak memasuki jenjang pernikahan. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berdua-duaan antara dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya HARAM hukumnya menurut syari’at Islam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, melainkan si wanita itu bersama mahramnya” [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari 1862 dan Muslim 4/104 atau 1341 dan lafadz ini dari riwayat Muslim dari shahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma]

Jadi dalam Islam tidak ada kegiatan untuk berpacaran, dan pacaran hukumnya HARAM.

Contoh lain yang juga merupakan pelanggaran yaitu sangkaan sebagian orang yang menganggap bahwa kalau sudah tunangan/khitbah, maka laki-laki dan perempuan tersebut boleh jalan berdua-duaan, bergandengan tangan bahkan ada yang sampai bercumbu layaknya pasangan suami istri yang sah. Anggapan ini adalah salah ! Dan perbuatan ini dosa besar !

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost